Indonesia memiliki sumber daya energi dan mineral yang cukup kaya sebagai bahan baku utama dan pendukung industri baja nasional. Industri stainless steel (baja tahan karat) merupakan industri yang memanfaatkan bahan baku bijih nikel laterit sebagai bahan baku utama pembuatan baja nir karat. Sedangkan industri baja karbon masih menggunakan sebagian besar sumber bijih impor, dengan sebagian kecil berasal dari bijih besi domestik. Sumber energi industri baja menggunakan batubara, gas alam dan listrik yang seluruhnya berasal dari sumber daya domestik. Pengolahan bijih nikel laterit dan besi menjadi baja tahan karat dan baja karbon akan meningkatkan nilai tambah bijih yang cukup besar, yaitu hingga 80x untuk baja nir karat dan 5x untuk baja karbon. Selain itu, Indonesia juga memiliki berbagai sumber daya pendukung industri baja seperti batu kapur, bijih mangan, bijih aluminium, dan bijih tembaga yang perlu diolah lebih lanjut untuk dipergunakan sebagai bahan penunjang kebutuhan industri baja.
Industri baja nasional juga menghasilkan produk baja yang digunakan pada kegiatan pertambangan dan pengolahan mineral dalam bentuk komponen untuk alat berat pertambangan, transportasi kereta, struktur penguatan tambang, serta fasilitas pengolahan mineral seperti grinding balls. Dengan demikian, industri baja juga berperan secara tidak langsung dalam mendukung peningkatan nilai tambah sumber daya mineral yang dimiliki bangsa Indonesia, seperti bauksit (aluminium), kalkopirit (tembaga, emas, dan perak), kasiterite (timah), saprolit dan limonit (nikel), serta mineral-mineral penting lainnya.
Fakta utama:
Indonesia Morowali Industrial Park adalah kawasan industri pengolahan berbasis bijih nikel yang memproduksi ferronikel sebagai bahan baku pembuatan baja tahan karat. Beberapa perusahaan pembuat baja karbon memproduksi baja mulai dari bahan baku bijih besi, antara lain PT. Krakatau Posco dan PT. Dexin Steel Indonesia.